DOA SAAT SILATURAHMI


Oleh: Wina Fatiya

Mbah Momon. Begitulah kami biasa memanggilnya. Aku tak tahu nama aslinya atau nama lengkapnya. Yang pasti saat beliau masih ada, salah satu agenda hari raya adalah bersilaturahmi ke rumah beliau.

Beliau adalah orang yang dituakan di keluarga besar ibu. Beliau senantiasa dimintai wejangan dan nasihat serta solusi jika ada masalah keluarga.

Beliau orangnya tegas namun sangat pengasih. Jika kami berkunjung ke rumah beliau, selalu ada saja buah tangan yang dibawa kami ke rumah.

Termasuk kami anak-anak kecil waktu itu. Tiap kali hari raya Idulfitri, kami selalu diberi hadiah oleh beliau. Entah itu 'angpau' lebaran atau hadiah makanan yang sangat kami sukai.

Waktu itu, setiap kali akan berkunjung ke rumah beliau, selalu saja aku merasa penasaran, kira-kira apa yang akan beliau berikan kepada kami. Ah, dasar aku anak kecil waktu itu.

Sesampainya di rumah beliau, seperti biasa kami akan duduk mengantri untuk meminta doa beliau. Jadi tamu yang datang tidak akan langsung bisa menyalami beliau tapi harus menunggu antrian.

Pernah suatu kali di hari Idulfitri kami berangkat lebih awal ke rumah beliau. Setelah salat Id kami langsung menuju rumah beliau. Tapi ternyata kamipun bukan yang pertama sehingga harus mengantri lagi.

Setiap orang yang menyalami beliau, baik itu anak kecil maupun orang dewasa pasti akan beliau doakan. Beliau biasanya membaca surat Al Fatihah, selebihnya tak kuingat karena masih kecil waktu itu. Lama kami bersalaman sampai beliau selesai membacakan doa.

Sungguh senang rasanya didoakan oleh orangtua. Khusyuk dan syahdu rasanya. Apalagi bagi anak kecil seperti kami dulu, beliau selalu meniup ubun-ubun dan meniup halus kepala kami.

Satu-satunya tempat yang biasa kami kunjungi dengan ritual silaturahmi seperti itu ya di tempat beliau. Kami belum pernah merasakannya di tempat lain.

Sampai beliau sakit dan wafat kami terus melakukan hal itu terutama di hari raya. Hari-hari lainpun sama, beliau suka mendoakan kami.

Ketika beliau wafat, susana Idulfitri begitu sepi. Sangat jauh berbeda. Para orang tua saling bercerita tentang kebaikan beliau. Termasuk ibu dan ayahku yang menitikkan air mata mengenang beliau.

Begitupun kami waktu itu, anak-anak kecil yang seolah kehilangan tempat kesyahduan doa. Kami kehilangan tempat berkumpul menerima 'angpau' serta tempat belajar berkhidmat kepada orang tua.

Dari beliau kami belajar bahwa memberi tak harus kaya. Mendoakan tak harus seorang ulama. Mengasihi tak harus selalu kepada anak-anak. Justru jejak kebaikan itu meskipun kecil akan selalu terkenang dalam jiwa-jiwa orang yang ditinggalkan.

Kami juga belajar bagaimana cara memperlakukan anak-anak. Mendoakan mereka termasuk salah satu sunah yang Rasulullah contohkan. Sebagaimana dalam kitab Al Adabul Mufrod dibahas beberapa riwayat mengenai doa orang tua.

Di antaranya adalah riwayat dari Abu Hurairah. Beliau berkata, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا
Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 32)

Dengan demikian, maka salah satu yang tidak boleh terlupakan dari silaturahmi yaitu doa. Kita bertemu dengan orang lain terutama sesama muslim harus saling mendoakan dalam kebaikan.

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Post a Comment

較新的 較舊

Iklan In-Feed (homepage)

https://www.profitablecpmrate.com/k571cm1jud?key=58ebfa57b7558b15e41bc7bb55a03f31

Update