PERBEDAAN FARDHU AIN DAN KIFAYAH


Oleh: Yuliati Sugiono

Fardhu ada dua: fardhu ain dan kifayah. Fardhu ain kewajiban yang tuntutannya itu pasti, dirinya sendiri yang harus mengerjakan. Tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Contohnya salat, puasa, menepati janji.

Fardhu kifayah adalah kewajiban syara untuk sekelompok orang. Kalau sebagian orang mengerjakan dengan tuntas, maka yang lain gugur dari kewajiban, tidak berdosa.

Idza qama berbeda dengan idza aqama atau iqamah (sampai selesai) jika fardlu kifayah ini ditunaikan maka tidak berdosa. Idza qama itu selama ada yang mengerjakan meski tidak tuntas maka kewajibannya dapat gugur berbeda dengan idza aqama yang mengharuskan sampai tuntas. Contohnya menguburkan mayat dan mendirikan khilafah.

Sesungguhnya fardhu ain tidak sama dengan fardhu kifayah. Jika fardhu ain bisa dikerjakan sendirian oleh mukallaf maka kewajibannya tidak bisa diwakilkan seperti thawaf dan wukuf di Arafah serta puasa dari fajar sampai maghrib harus dikerjakan sampai tuntas oleh mukallaf.

Adapun fardhu kifayah apabila sebagian menunaikan dengan sempurna maka yang lain gugur dari kewajiban. Kewajiban ini melibatkan banyak orang. Seperti kewajiban jihad fii sabilillah. Ada yang membantu dana, senjata, menyumbangkan seekor kuda. Masing-masing orang berkontribusi dalam jihad ini, maka dia telah gugur darinya.

Berbeda dengan fardhu ain misalnya salat, maka dari takbir sampai salam harus dia kerjakan sendiri seluruhnya. Berbeda dengan fardhu kifayah jika ada yang melaksanakan sudah menggugurkan kewajiban.

Contohnya aktivis dakwah ada yang bagian mengisi materi, ada yang mencari dana, menyapu lantai, memasak dsb. Tugas-tugas itu dibagi untuk mensukseskan acara dakwah.

Semua berperan, saling membantu agar masuk surga bareng-bareng. Dakwah itu aktivitas yang banyak dan bermacam-macam. Oleh karena itu setiap mukallaf berperan di dalam dakwah. Kita hanya mengerjakan yang kecil saja tapi seolah-olah sedang mendirikan bangunan.

Apabila fardhu kifayah belum terlaksana padahal sudah lewat, belum berubah hukumnya. Apabila tidak seorang pun yang mengerjakan, maka berdosa semuanya. Namun untuk orang yang mengerjakan semampunya, maka tidak berdosa.

Contoh perbedaan lainnya seperti jika satu orang melakukan salat jenazah (fardhu kifayah), maka gugur yang lain. Tapi bila sekampung sudah salat Subuh, dan ada yang tidak salat maka dia berdosa (fardhu ain). Ini bedanya fardhu ain dan kifayah.

Kalau sebagian atau seluruhnya mengerjakan fardhu kifayah, maka gugur dari kewajiban. Jihad dan menuntut ilmu termasuk fardhu kifayah. Maka janganlah semuanya pergi berperang, ada sebagian yang menuntut ilmu.

Fardhu kifayah adalah fardhu yang dipentingkan. Jika tidak terealisasi, umat mengalami kesulitan. Diserukan kepada seluruh mukallaf, agar dia mampu mengerjakannya bersama-sama.

Tidak gugur kewajiban kecuali apabila mereka telah menegakkannya. Idza aqama. Apabila tidak mampu mengerjakan seluruhnya maka berdosa bagi yang tidak ikut serta, dan tidak berdosa bagi yang berkontribusi.

Seperti halnya mendirikan Khilafah adalah fardhu kifayah, umat muslim bersatu dibawah satu kepemimpinan umat, dengannya umat mampu menerapkan seluruh hukum syariat, hingga darah dan harta umat terlindungi, serta menyerukan jihad bagi penghalang dakwah.

Kewajiban ini menuntut semua umat berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Ada yang berdonasi, menyebarluaskan buletin, mengisi ceramah pentingnya mendirikan khilafah, menulis buku tentang pentingnya khilafah dsb.

Maka berdiam diri dari dakwah menegakkan khilafah adalah berdosa. Karena menegakkan khilafah merupakan faktor paling tinggi dari semua fardhu. Potong tangan bagi pencuri, hukum rajam, qisash, banyak hukum Islam tidak bisa dilakukan karena daulah belum berdiri.

Fardhu kifayah adalah untuk mewujudkan masyarakat Islami. Menjadi darul Islam sebagai tiang penopang. Tanpa fardhu kifayah seluruh kaum muslimin merasakan kesusahannya. Tanpa fardhu kifayah kita mengembalikan darul Islam menjadi darul kufur.

Kadang-kadang dalam kehidupan terjadi benturan pelaksanaan fardhu kifayah dan fardhu ain. Ternyata pelaksanaanya tergantung urgensinya tidak selalu fardhu ain yang diprioritaskan. Apabila dituntut melakukan fardhu ain dan kifayah dalam waktu yang sama, maka jika fardhu ain itu tidak bisa sempurna kecuali oleh fardhu kifayah ini, maka fardhu kifayah didahulukan.

Dalam perang Ahzab Rasulullah ﷺ mengerjakan salat Asar setelah terbenam matahari. Setelah itu baru salat Maghrib. Fardhu ain salat terlambat karena mendahulukan perang Ahzab yang merupakan fardhu kifayah.

Jika seorang mukallaf masih bisa mendahulukan fardhu ain tidak berpengaruh terhadap fardhu kifayah maka wajib dahulukan fardhu ain. Misalnya harus mengisi kajian (fardhu kifayah) sementara anak sakit butuh diurus dibawa ke dokter (fardhu ain) maka dahulukan fardhu ain dengan mencari pengganti yang mengisi kajian.

Demikian penjelasan tentang hakekat fardhu ain dan kifayah serta apa yang harus dilakukan bila terjadi benturan pelaksanaan diantara keduanya. Ternyata fardhu ain tidak selalu dimenangkan, tetapi semua dikembalikan bagaimana hukum syaranya.

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS Al Mulk : 14).

والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”

Post a Comment

較新的 較舊

Iklan In-Feed (homepage)

https://www.profitablecpmrate.com/k571cm1jud?key=58ebfa57b7558b15e41bc7bb55a03f31

Update