Oleh: Yuliati Sugiono
Muhasabah, hisablah dirimu sebelum dihisab di akhirat. Kata muhasabah adalah mengkritik atau menasehati agar lebih baik kedepannya. Kita akan membandingkan muhasabah dalam Islam dan kapitalis.
Mabda kapitalis berasal dari kecerdasan manusia, aqidahnya pemisahan agama dari kehidupan. Yang terjadi adalah jalan tengah.
Kapitalis bertentangan atau kontradiktif dengan sistem Islam. Nidzam mereka bersandar kepada rakyat. Ada legislatif, yudikatif dan eksekutif. Kekuasaan itu ditangan umat. Perundang-undangan dibuat oleh wakil rakyat di parlemen.
Manusia itu sumber dari kekuasaan yang tiga. Cacat yang menonjol dari sistem kapitalis adalah teori suara mayoritas. Maka pemilihan penguasa dan parlemen semua berlangsung tergantung suara mayoritas rakyat atau orang yang mewakili rakyat.
Pertanyaannya apa benar itu suara mayoritas rakyat? Kalau benar harusnya suara rakyat dihitung satu persatu bukan perwakilan rakyat. Maka pemikiran suara mayoritas ini bertentangan dengan fakta.
Contohnya legalisasi miras, jika benar-benar ditanya rakyat satu-persatu maka sedikit yang setuju. Tapi karena menurut suara wakil rakyat maka lahirlah undang-undang miras. Maka yang diputuskan di parlemen tidak mencerminkan fakta yang sesungguhnya. Mayoritas pemilih tidak semua mewakili suara rakyat. Parlemen itulah yang mengambil keputusan.
Pelaksana sistem kapitalis ini di disain untuk menyakinkan manusia tentang kelayakan sistem ini dengan menghadirkan para oposisi yang memprotes sistem. Orang yang menerapkan kapitalis membolehkan oposisi. Misalnya partai A di kekuasaan eksekutif, maka oposisi berada di luar. Dia yang menentang kebijakan pemerintah dan berhadapan dengan penguasa mengadakan perundingan sampai pada aksi mogok, aksi protes, agar balance. Dan agar tidak terlihat diktator atau otoritarianisme. Sehingga muncul citra kebebasan berpendapat.
Akan tetapi dibawah undang-undang, dibawah kepentingan negara, kepentingan nasional, maka oposisi ini dibutuhkan dalam permainan mereka. Yang berguna untuk menahan atau menyerap arus yang menentang penguasa, agar penguasa mudah menyusun undang-undang. Fungsi partai oposisi untuk meredam protes dari rakyat. Jadi semua proyek bisa berlangsung. Jadi fungsinya untuk mendukung kekuasaan.
Partai oposisi selalu bertentangan dengan kebijakan penguasa, tetapi sudah di desain tidak berbenturan dengan penguasa, fungsinya bukan menjatuhkan penguasa tetapi untuk menyeimbangkan sistem. Jadi bukan satu arah saja tapi dua arah.
Penguasa menerapkan sistem dengan atas nama mayoritas. Jadi oposisi berfungsi sebagai kartu pengaman, melayani sistem agar berjalan seimbang. Kegunaan lainnya untuk memperbagus wajah buruk mayoritas. Dia mewadahi orang yang menentang sistem agar padam protesnya.
Negara ketiga yang menerapkan demokrasi telah membuat oposisi yang legal. Dia membentuk oposisi sesuai yang diinginkan. Agar oposisi itu menjadi pelayan baginya. Agar ada kebebasan berpendapat. Dalam rangka menerapkan apa yang diminta oleh tuannya (negara adidaya).
Ini hakekat dari oposisi dalam sistem demokrasi yang palsu.
Adapun muhasabah dalam Islam adalah untuk meluruskan kebengkokan penguasa, jika penguasa itu berbuat salah. Maka ini tanggungjawab rakyat baik dalam partai maupun secara individu.
Amar ma'ruf nahi mungkar berbeda dengan tidak ridha. Amar ma'ruf nahi mungkar mengarahkan penguasa agar konsisten dalam kebenaran.
Barangsiapa yang melihat kemungkaran ubahlah dengan tangannya, jika tidak bisa dengan lisannya, jika tidak bisa dengan hatinya dan itu selemah-lemahnya iman.
Barangsiapa yang melihat penguasa dzalim dan dia tidak amar ma'ruf nahi mungkar maka dia dimasukkan ke neraka. Ini yang melandasi kita terikat dengan dakwah, jadi bukan tidak suka dalam hati saja.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad: 7)
Jadi muhasabah itu aktivitas untuk mengubah kemungkaran. Jadi meluruskan bukan hanya sekedar tidak ridha, supaya penguasa kembali ke jalan yang benar.
Dalam hadits disebutkan "Janganlah orang itu menghina dirinya sendiri."
"Bagaimana dikatakan menghina dirinya sendiri?"
"Ketika ada kemungkaran penguasa tapi tidak menentang dan tidak muhasabah."
"Mengapa?"
Dia menjawab "Takut kepada manusia."
"Janganlah takut pada manusia tapi takutlah pada-Ku."
Diam terhadap kemungkaran itu adalah setan bisu. Standar muhasabah bukan suara mayoritas tapi kembali kepada Al-Qur'an. Menasehati penguasa bukan kepada perundang-undangan tapi kepada syariat.
Ini merupakan tanggungjawab rakyat. Rasulullah ﷺ pernah mendapatkan muhasabah dari para sahabat pada perjanjian Hudaibiyah. Juga pada pembagian ghanimah pada perang Hunain.
Adapun ketika penguasa menerapkan Al-Qur'an maka kita wajib taat dan berlaku sebaliknya. Seorang perempuan meluruskan Umar bin Khattab dalam hal mahar. Perempuan ini mengkritik Umar bin Khattab sehingga beliau menarik kembali keputusannya.
Maka suara mayoritas dalam hal ini tidak ada nilainya. Tapi kekuatan itu justru datang dari nash-nash syara.
Jika tidak berdasarkan hukum syara, maka penguasa tidak perlu menuruti rakyat. Seperti Rasulullah ﷺ yang tidak menuruti pendapat para sahabat pada perjanjian Hudaibiyah. Padahal Rasulullah ﷺ seorang diri dan para sahabat itu banyak. Tapi keputusan yang diambil adalah pendapat Rasulullah ﷺ karena beliau dibimbing oleh wahyu. Bukan suara mayoritas para sahabat.
Demikian perbedaan muhasabah dalam Islam dan Kapitalis, nampak 180 derajat perbedaannya.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ
“dan Allah lebih tahu yang sebenar-benarnya”
發佈留言